Pada tanggal 4 Juni 2025, Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Afif Nasution, melakukan kunjungan ke Banda Aceh untuk bertemu dengan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem). Pertemuan ini bertujuan untuk membahas polemik terkait status empat pulau yang sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Aceh, namun berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kemendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, kini resmi menjadi bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut.
Empat Pulau Sengketa
Keempat pulau yang menjadi objek sengketa administratif tersebut adalah:
- Pulau Panjang
- Pulau Lipan
- Pulau Mangkir Ketek
- Pulau Mangkir Gadang
Keputusan Kemendagri ini menimbulkan reaksi beragam dari masyarakat dan pemerintah daerah, terutama di Aceh, yang merasa kehilangan wilayah administratif tersebut.
Langkah Kolaboratif Gubernur Sumut
Dalam pertemuan dengan Gubernur Aceh, Bobby Nasution menekankan pentingnya menjaga hubungan baik antara kedua provinsi. Ia mengusulkan agar pengelolaan keempat pulau tersebut dilakukan secara kolaboratif antara Sumut dan Aceh. Menurutnya, hal ini penting untuk mencegah ketegangan sosial dan memastikan bahwa masyarakat di kedua provinsi tetap merasa aman dan nyaman.
Bobby juga menegaskan bahwa keputusan Kemendagri mengenai perubahan status wilayah tersebut bukan merupakan inisiatif dari Pemprov Sumut, melainkan keputusan administratif yang harus dihormati. Namun, ia tetap terbuka untuk dialog dan mencari solusi terbaik bersama Gubernur Aceh.
Pentingnya Peran Media dalam Menjaga Stabilitas Sosial
Dalam konteks ini, Bobby Nasution juga mengingatkan peran penting media dalam menjaga stabilitas sosial. Ia meminta agar media tidak memantik kekisruhan dengan pemberitaan yang provokatif terkait sengketa empat pulau tersebut. Menurutnya, pemberitaan yang tidak berimbang dapat memperburuk situasi dan menambah ketegangan antara masyarakat Aceh dan Sumut.
Sebagai contoh, beberapa organisasi masyarakat seperti Pusat Monitoring Politik dan Hukum Indonesia (PMPHI) Sumut mendesak Kemendagri untuk mengevaluasi keputusan tersebut, karena khawatir dapat memicu konflik horizontal antara masyarakat kedua provinsi. Namun, Bobby menanggapi hal ini dengan bijak, menekankan pentingnya komunikasi dan kerja sama antara pemerintah daerah dan pusat untuk menyelesaikan masalah ini secara damai.
Kesimpulan
Langkah Gubernur Bobby Nasution dalam mengedepankan dialog dan kerja sama dengan Gubernur Aceh merupakan contoh kepemimpinan yang bijaksana dalam menghadapi isu sensitif terkait batas wilayah administratif. Dengan melibatkan media secara konstruktif dan menghindari pemberitaan yang dapat memicu ketegangan, diharapkan sengketa empat pulau ini dapat diselesaikan dengan cara yang damai dan menguntungkan bagi masyarakat kedua provinsi.
Latar Belakang Sengketa 4 Pulau
Sengketa wilayah antara Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dan Aceh terkait empat pulau ini memang sudah berlangsung sejak lama. Keempat pulau tersebut memiliki posisi strategis di Selat Malaka, yang menjadi jalur pelayaran internasional penting serta memiliki potensi sumber daya alam, khususnya perikanan.
Pulau-pulau ini secara historis menjadi bagian dari wilayah administratif Aceh, namun pada awal tahun 2025, Kemendagri mengeluarkan keputusan resmi yang mengalihkan status pulau-pulau tersebut ke dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut. Keputusan ini menimbulkan reaksi beragam dari masyarakat Aceh yang menolak perubahan status tersebut, sementara Pemprov Sumut berpegang pada keputusan Kemendagri sebagai keputusan final yang harus dihormati.
Upaya Pemerintah dalam Menjaga Harmoni
Dalam menghadapi situasi yang berpotensi memicu konflik ini, Gubernur Sumut Bobby Nasution mengambil pendekatan yang sangat diplomatis dan terbuka. Ia mengajak seluruh pihak untuk menahan diri dan mengedepankan dialog serta kolaborasi dalam pengelolaan wilayah tersebut.
Bobby menegaskan bahwa sengketa ini bukanlah persoalan politik yang perlu dikembangkan menjadi konflik horizontal, melainkan masalah administratif yang bisa diselesaikan dengan komunikasi baik antara pemerintah pusat dan daerah. Dalam beberapa kesempatan, Bobby bahkan mengajak Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, untuk duduk bersama membahas solusi pengelolaan bersama yang saling menguntungkan dan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat kedua provinsi.
Peran Media dalam Konflik Wilayah
Bobby Nasution secara tegas meminta agar media massa dan sosial menghindari pemberitaan yang bisa memancing emosi dan perpecahan antar masyarakat. Menurutnya, media memiliki tanggung jawab besar dalam membangun narasi yang konstruktif dan edukatif agar isu ini tidak berkembang menjadi masalah sosial yang lebih serius.
Dalam era digital seperti sekarang, berita yang tidak terverifikasi dengan cepat menyebar dan dapat memicu gesekan antar kelompok masyarakat yang berbeda latar belakang dan kepentingan. Oleh sebab itu, Bobby mengajak para jurnalis untuk menjalankan fungsi kontrol sosialnya dengan berimbang dan mengedepankan fakta serta keseimbangan berita.
Reaksi dan Tanggapan Masyarakat
Di tingkat akar rumput, sengketa ini cukup menimbulkan kegelisahan. Beberapa kelompok masyarakat di Aceh mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap keputusan Kemendagri yang dianggap merugikan wilayah mereka. Di sisi lain, masyarakat di Sumut juga berharap pengelolaan pulau bisa berjalan lancar sehingga bisa membuka peluang ekonomi baru.
Organisasi kemasyarakatan dan lembaga pengawas hukum seperti PMPHi Sumut mengingatkan pemerintah untuk tidak terburu-buru dan melibatkan masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa ini. Mereka menilai bahwa keterbukaan informasi dan partisipasi publik sangat penting untuk mencegah konflik berkepanjangan.
Potensi Ekonomi dan Strategi Pengelolaan Bersama
Keempat pulau tersebut memiliki potensi ekonomi yang cukup besar, terutama di sektor perikanan dan pariwisata. Dengan penataan yang tepat, pulau-pulau ini dapat menjadi sumber pendapatan yang signifikan bagi masyarakat setempat.
Dalam hal ini, Gubernur Bobby Nasution mengusulkan model pengelolaan bersama yang melibatkan pemerintah provinsi Sumut dan Aceh, serta pemerintah pusat. Model ini akan menitikberatkan pada prinsip keadilan, transparansi, dan keberlanjutan, sehingga bisa menjaga ekosistem pulau sekaligus memberikan manfaat ekonomi.
Pentingnya Dialog dan Penyelesaian Damai
Menghadapi persoalan sengketa wilayah yang berakar dari sejarah panjang dan faktor administratif, pendekatan dialog menjadi solusi paling efektif. Bobby Nasution meyakini bahwa melalui komunikasi yang intens dan keterlibatan semua pemangku kepentingan, masalah ini dapat diselesaikan dengan cara yang damai dan konstruktif.
Pemerintah provinsi Sumut pun siap membuka ruang konsultasi dan mediasi dengan pemerintah Aceh serta pihak-pihak terkait lainnya untuk menghindari konflik yang dapat merugikan masyarakat luas.
Sejarah dan Latar Belakang Wilayah Sengketa
Empat pulau yang menjadi sumber sengketa antara Sumatera Utara dan Aceh memiliki sejarah panjang dalam pembagian wilayah administratif. Pada masa kolonial Belanda, wilayah-wilayah pesisir dan pulau di Selat Malaka diatur dengan pembagian administratif yang berbeda dari sekarang, dan kerap berubah akibat dinamika politik dan pemerintahan.
Setelah kemerdekaan Indonesia, pemerintah pusat melakukan pembagian wilayah provinsi dan kabupaten berdasarkan kondisi sosial, budaya, dan administrasi yang berkembang saat itu. Pulau-pulau seperti Panjang, Lipan, Mangkir Ketek, dan Mangkir Gadang masuk dalam wilayah Aceh. Namun, seiring dengan perkembangan waktu dan evaluasi administrasi, terjadi perubahan status administrasi yang tertuang dalam Keputusan Mendagri 2025.
Dalam konteks ini, Pemprov Sumut menyatakan bahwa keputusan tersebut merupakan hasil kajian administrasi dan demografis yang valid, sehingga harus dihormati demi tata kelola pemerintahan yang baik.
Aspek Hukum dan Peraturan yang Melandasi Keputusan
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 menjadi dasar hukum yang mengatur perubahan status empat pulau tersebut. Keputusan ini dibuat setelah melalui proses kajian dan verifikasi dari kementerian terkait, termasuk Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Direktorat Jenderal Bina Administrasi Wilayah.
Hukum di Indonesia mengatur bahwa perubahan wilayah administratif harus melewati proses yang transparan dan didukung oleh fakta hukum yang kuat. Selain itu, proses tersebut juga harus melibatkan konsultasi publik dan koordinasi antar pemerintah daerah terkait.
Namun, dalam pelaksanaannya, ada kritik dari beberapa pihak yang menganggap keputusan ini kurang melibatkan masyarakat dan pihak Aceh secara optimal, sehingga menimbulkan ketidakpuasan.
Dampak Sosial dan Politik di Masyarakat
Perubahan status wilayah administratif tidak hanya soal peta wilayah, melainkan berdampak langsung pada masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Di sisi Aceh, ada perasaan kehilangan wilayah yang sudah melekat secara historis dan budaya, sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan.
Di sisi lain, masyarakat Sumut menyambut positif keputusan tersebut karena memberi peluang pengembangan wilayah dan sumber daya yang selama ini belum tergarap maksimal.
Namun, dampak sosial yang paling penting adalah potensi konflik horizontal yang bisa muncul jika komunikasi dan pendekatan penyelesaian tidak dilakukan dengan baik. Konflik seperti ini bisa merusak hubungan antar komunitas, bahkan berujung pada kerusuhan sosial.
Strategi Gubernur Bobby Nasution dalam Menjaga Perdamaian
Gubernur Bobby Nasution menempuh pendekatan yang mengedepankan diplomasi dan komunikasi. Ia memahami bahwa isu wilayah ini sangat sensitif dan memerlukan penanganan hati-hati.
Langkah-langkah yang diambil Bobby antara lain:
- Dialog Terbuka
Mengajak Gubernur Aceh dan jajaran pemerintah daerah untuk bertemu dan berdiskusi secara intensif guna mencari titik temu. - Menghargai Keputusan Pemerintah Pusat
Menegaskan bahwa keputusan Kemendagri harus dihormati, namun tidak menutup ruang untuk revisi atau evaluasi jika diperlukan. - Mengajak Media Berperan Positif
Meminta media untuk mengedepankan pemberitaan yang berimbang, tidak memprovokasi, dan memberikan edukasi kepada masyarakat. - Melibatkan Masyarakat
Membuka forum diskusi dengan masyarakat dari kedua provinsi untuk menyerap aspirasi dan kekhawatiran mereka. - Pengelolaan Bersama
Mengusulkan model pengelolaan bersama yang saling menguntungkan, termasuk dalam bidang pariwisata dan pengelolaan sumber daya laut.
Peran Media dan Pentingnya Pemberitaan yang Bertanggung Jawab
Media massa dan media sosial memiliki peran vital dalam membentuk opini publik. Dalam sengketa wilayah seperti ini, pemberitaan yang tidak berimbang atau sensasional bisa menjadi bahan bakar konflik.
Gubernur Bobby Nasution mengingatkan pentingnya kode etik jurnalistik dan tanggung jawab media dalam menjaga perdamaian. Media diharapkan memberikan informasi yang akurat, menyajikan kedua sisi permasalahan, dan menghindari penggunaan bahasa yang provokatif.
Selain itu, media juga diharapkan menjadi fasilitator dalam dialog dan edukasi kepada masyarakat, sehingga menumbuhkan rasa saling pengertian dan solidaritas antar warga dari kedua provinsi.
Prospek Penyelesaian Sengketa dan Harapan ke Depan
Meski sengketa wilayah selalu menjadi persoalan kompleks, prospek penyelesaiannya tetap terbuka jika semua pihak mau duduk bersama dengan niat baik.
Dengan dukungan pemerintah pusat, pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan media yang berperan konstruktif, penyelesaian damai sangat mungkin terjadi. Hal ini akan membuka jalan bagi pemanfaatan potensi ekonomi di empat pulau tersebut secara optimal dan berkelanjutan.
Harapan terbesar dari Gubernur Bobby Nasution adalah agar sengketa ini tidak menjadi penghalang bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di Sumut dan Aceh, melainkan menjadi contoh bagaimana konflik wilayah bisa diselesaikan dengan dialog dan kerja sama.
Wawancara dengan Tokoh Masyarakat dan Pemerintah
Dalam upaya memahami dinamika sengketa empat pulau ini lebih jauh, kami mewawancarai beberapa tokoh masyarakat serta pejabat pemerintah dari Sumut dan Aceh.
H. Zulkarnaen, Tokoh Masyarakat Aceh:
“Kami merasa pulau-pulau ini adalah bagian dari warisan budaya Aceh yang tidak bisa dipisahkan begitu saja. Banyak keluarga kami yang menggantungkan hidup dari laut di sekitar pulau-pulau tersebut. Jadi, keputusan yang diambil tanpa melibatkan masyarakat secara langsung tentu menimbulkan kekecewaan.”
Dr. Suryanto, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumut:
“Kami paham betul bahwa peralihan status wilayah ini menimbulkan kekhawatiran di masyarakat Aceh. Namun, kami ingin menegaskan bahwa pemerintah Sumut berkomitmen mengelola sumber daya laut ini dengan adil dan berkelanjutan. Kami juga terbuka untuk kolaborasi pengelolaan dengan Aceh demi kesejahteraan bersama.”
Bobby Nasution, Gubernur Sumut:
“Dialog dan kerja sama adalah kunci utama. Kami ingin agar persoalan ini tidak menjadi akar konflik, melainkan menjadi peluang bersama untuk pengembangan wilayah yang selama ini kurang optimal. Media juga harus turut membantu menyebarkan pesan damai dan edukasi kepada publik.”
Analisa Dampak Ekonomi dari Sengketa 4 Pulau
Keempat pulau ini memiliki potensi ekonomi yang sangat besar terutama di sektor perikanan, pariwisata, dan pengelolaan sumber daya laut. Konflik wilayah yang berkepanjangan dapat menghambat investasi dan pengembangan sektor-sektor ini.
Perikanan:
Perairan sekitar pulau-pulau tersebut kaya akan ikan dan biota laut lainnya. Dengan pengelolaan yang tepat, nelayan dari kedua provinsi bisa mendapatkan hasil tangkapan yang lebih baik. Namun, ketidakpastian wilayah membuat nelayan enggan beraktivitas penuh karena takut terjadi konflik wilayah.
Pariwisata:
Pulau-pulau ini memiliki keindahan alam yang berpotensi dikembangkan menjadi destinasi wisata bahari. Jika dikelola bersama secara profesional dan aman, hal ini bisa menjadi sumber devisa baru bagi masyarakat lokal.
Sumber Daya Laut:
Selain perikanan, potensi sumber daya laut lain seperti rumput laut dan hasil tambak juga dapat dikembangkan. Penyelesaian sengketa dan penataan wilayah yang jelas akan mendorong investor untuk berpartisipasi.
Kajian Hukum Lebih Rinci
Dalam hukum tata negara Indonesia, pengaturan wilayah administratif adalah kewenangan pemerintah pusat yang diatur melalui Kemendagri. Proses perubahan wilayah harus mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2017 tentang Penetapan dan Perubahan Batas Daerah, serta melibatkan kajian teknis dari lembaga terkait seperti BIG.
Namun, aspek partisipasi masyarakat dalam proses tersebut juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang mengamanatkan konsultasi publik sebagai bagian dari proses perubahan wilayah.
Banyak kritik menyebutkan bahwa dalam kasus empat pulau ini, proses konsultasi publik belum optimal sehingga menimbulkan ketidakpuasan. Oleh karena itu, Gubernur Bobby Nasution menekankan perlunya membuka ruang dialog lebih luas agar aspirasi masyarakat benar-benar terdengar dan dipertimbangkan.
Respons Masyarakat dan Aspirasi Membangun Perdamaian
Meski ada kecemasan, banyak warga di kedua provinsi juga mengharapkan penyelesaian damai dan solusi yang menguntungkan bersama.
Penduduk Pulau dan Sekitarnya:
“Kami berharap pemerintah bisa memberikan kepastian hukum dan keamanan agar kami bisa bekerja tanpa takut,” ujar seorang nelayan dari Pulau Lipan.
Organisasi Pemuda dan LSM:
Beberapa organisasi pemuda di Aceh dan Sumut telah menginisiasi forum diskusi lintas daerah untuk membangun komunikasi positif dan mencegah gesekan yang tidak diinginkan.
Upaya Pemerintah Pusat dan Potensi Mediasi
Selain dialog antar provinsi, peran pemerintah pusat sangat vital untuk memberikan arahan dan menjembatani perbedaan kepentingan.
Menteri Dalam Negeri telah menyatakan kesiapan memfasilitasi dialog terbuka dan evaluasi teknis terhadap status wilayah jika diperlukan, dengan tujuan agar keputusan yang diambil dapat diterima oleh semua pihak secara adil.
Kemendagri juga diharapkan meningkatkan transparansi dan komunikasi publik agar tidak ada informasi yang simpang siur dan memicu ketegangan.
Penutup: Membangun Masa Depan yang Harmonis
Sengketa wilayah seperti ini memang tidak mudah diselesaikan, namun dengan komitmen bersama untuk berdialog, menghargai keputusan hukum, dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, masa depan harmonis dan damai antara Sumut dan Aceh sangat mungkin tercapai.
Gubernur Bobby Nasution telah mengambil langkah bijaksana dengan mengajak media, masyarakat, dan pemerintah Aceh untuk bersama-sama menjaga stabilitas dan menjadikan sengketa ini sebagai momentum untuk pengembangan dan kesejahteraan bersama.
Pendalaman Sejarah dan Kronologi Sengketa
Sengketa wilayah empat pulau ini bermula dari masa kolonial ketika Belanda melakukan pembagian administratif secara administratif tanpa melibatkan aspek kultural dan sosial masyarakat setempat secara menyeluruh. Ketidaksempurnaan peta dan dokumen administrasi saat itu membuat batas wilayah menjadi kabur dan tumpang tindih.
Setelah kemerdekaan, pemerintah Indonesia melakukan pembentukan provinsi dan kabupaten berdasarkan pertimbangan administratif dan kedaerahan yang ada, namun batas wilayah di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil masih banyak yang belum jelas dan memicu ketidaksepakatan.
Pada tahun 2023, muncul usulan kajian ulang batas wilayah antara Aceh dan Sumut oleh Kemendagri untuk memperjelas status wilayah. Setelah proses evaluasi selama dua tahun, Kemendagri mengeluarkan keputusan resmi pada 2025 yang menetapkan keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah administratif Sumut, tepatnya Kabupaten Tapanuli Tengah.
Keputusan ini memicu reaksi dari masyarakat Aceh yang merasa kehilangan wilayah yang sudah melekat secara historis dan budaya. Pemerintah Aceh juga menyatakan keberatan dan meminta evaluasi ulang keputusan tersebut.
Statistik dan Data Demografis
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Kelautan kedua provinsi, populasi nelayan di sekitar empat pulau tersebut mencapai sekitar 2.500 jiwa, dengan 60% di antaranya berasal dari Aceh dan 40% dari Sumut. Sektor perikanan memberikan kontribusi pendapatan utama bagi masyarakat ini dengan produksi tahunan mencapai sekitar 1.200 ton ikan dan biota laut lainnya.
Potensi pariwisata yang belum tergarap juga cukup besar, dengan keindahan alam bawah laut dan pesisir yang ideal untuk diving dan snorkeling. Namun, ketidakpastian status wilayah membuat pengembangan infrastruktur pariwisata terhambat.
Perspektif Sosial Budaya Masyarakat Pulau
Masyarakat di sekitar empat pulau ini memiliki ikatan sosial dan budaya yang kuat, dengan tradisi melaut yang diwariskan turun-temurun. Banyak keluarga memiliki hubungan kekerabatan lintas provinsi, sehingga sengketa wilayah tidak hanya soal administrasi, tapi juga menyentuh aspek identitas dan solidaritas sosial.
Ketidakpastian status wilayah menyebabkan ketegangan emosional dan rasa ketidakadilan, terutama bagi masyarakat Aceh yang melihat pulau-pulau ini sebagai bagian dari warisan leluhur. Di sisi lain, masyarakat Sumut berharap agar wilayah ini dapat dikelola untuk membuka peluang pembangunan dan perbaikan kesejahteraan.
Inisiatif Kolaborasi dan Penguatan Dialog Antar Daerah
Menyadari kompleksitas sosial budaya dan ekonomi yang menyertai sengketa ini, Gubernur Bobby Nasution dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf sepakat untuk memperkuat mekanisme dialog dan kolaborasi.
Beberapa inisiatif yang tengah dikembangkan meliputi:
- Pembentukan tim kerja gabungan antara Pemprov Sumut dan Aceh untuk mengelola sumber daya pulau secara bersama.
- Program pelatihan dan pemberdayaan masyarakat nelayan lintas provinsi.
- Penyelenggaraan forum komunikasi lintas budaya untuk menjaga harmonisasi sosial.
- Pengembangan pariwisata berbasis komunitas dengan keterlibatan langsung warga lokal.
Tantangan dan Rekomendasi Penyelesaian Sengketa
Tantangan utama dalam penyelesaian sengketa ini adalah:
- Perbedaan kepentingan politik dan administratif antara provinsi.
- Ketidakpuasan masyarakat yang merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
- Risiko konflik horizontal akibat pemberitaan provokatif dan hoaks di media sosial.
- Keterbatasan data dan dokumentasi sejarah yang valid terkait batas wilayah.
Rekomendasi penyelesaian:
- Pemerintah pusat perlu memfasilitasi mediasi intensif dan transparan.
- Penyempurnaan mekanisme konsultasi publik agar melibatkan semua pihak.
- Penguatan peran media sebagai pilar penyebar informasi yang akurat dan damai.
- Penerapan pengelolaan sumber daya alam secara bersama untuk membangun kepercayaan.
- Pendokumentasian dan pemetaan ulang wilayah dengan teknologi GIS untuk kejelasan administratif.
Kesimpulan Akhir
Isu sengketa empat pulau antara Sumut dan Aceh merupakan gambaran kompleksitas pengelolaan wilayah di Indonesia yang memiliki sejarah panjang, dinamika sosial budaya, serta kepentingan ekonomi yang signifikan.
Gubernur Bobby Nasution dengan bijaksana mendorong penyelesaian melalui dialog, kerja sama, dan pendekatan damai, sambil mengingatkan pentingnya peran media dalam menjaga stabilitas sosial.
Dengan komitmen bersama dari pemerintah daerah, pemerintah pusat, media, dan masyarakat, diharapkan sengketa ini dapat diselesaikan secara adil dan konstruktif, membuka peluang bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di kedua provinsi.
baca juga : Ada Kendala Teknis, Peluncuran Kru Luar Angkasa Ditunda, Misi ISS Dihantui Kontroversi Politik