
Reksadana syariah merupakan salah satu produk investasi berbasis syariah yang bisa digunakan oleh investor. Seperti halnya reksadana konvensional, reksadana syariah dikelola oleh Manajer Investasi. Jenisnya juga bisa berupa reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap, reksadana campuran, maupun reksadana saham. Lalu, apa yang membuat reksadana syariah layak disebut sebagai investasi syariah?
1. Berlandaskan Prinsip Syariah
Reksadana syariah merupakan salah satu produk investasi syariah yang telah ditetapkan oleh DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia). Sesuai fatwa DSN-MUI, investasi pada reksadana ini dibolehkan dengan mengikuti aturan yang berlaku, sesuai dengan fatwa DSN-MUI No. 20/DSN-MUI/IV/2001.
2. Berisi produk investasi yang ada dalam Daftar Efek Syariah (DES)
Berdasarkan fatwa DSN-MUI, Reksadana Syariah hanya bisa memasukkan produk investasi syariah yang termasuk dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke dalam portofolionya.
DES adalah kumpulan Efek yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal. Kebijakan DES yang diatur di antaranya adalah pemilihan instrumen investasi pada perusahaan dengan rasio keuangan tertentu, dan produk / layanan yang dijual termasuk dalam kategori halal.
DES dikeluarkan 2 (dua) kali dalam setahun oleh OJK, yaitu sekitar bulan Mei dan sebelum bulan Desember.
3. Harus memenuhi aturan keuangan sesuai syariah
Perusahaan yang obligasi atau sahamnya bisa masuk ke dalam portofolio harus memenuhi aturan yang telah ditetapkan oleh DSN-MUI, misalnya rasio utang perusahaan tidak melebihi nilai yang ditentukan (total hutang terhadap modal tidak boleh melebihi 82 %).
Hasil investasi yang didapat juga harus bersih dari unsur non-halal. Hasil investasi yang didapat bisa berupa bagi hasil untuk deposito bank syariah, surat berharga pasar uang syariah, dan obligasi syariah. Sedangkan untuk saham syariah, hasil investasi yang didapat bisa berupa dividen, rights, dan capital gain.
4. Melakukan proses Cleansing / Purifikasi
Cleansing / Purifikasi adalah proses pembersihan portofolio dari unsur-unsur Non-Syariah, yang mungkin terjadi pada saat berinvestasi.
Misalnya, hasil investasi dari saham perusahaan A yang sebelumnya masuk ke Daftar Efek Syariah, tapi setelah itu saham ini tidak masuk daftar DES lagi. Pada kondisi ini, hasil investasi yang didapat dari saham ini harus dikeluarkan dari keuntungan Reksadana ini. Pendapatan yang bersifat non syariah tersebut akan dikeluarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Reksadana Syariah tidak bebas risiko
Seperti halnya reksadana konvensional, investasi pada reksadana syariah juga memiliki risiko, antara lain:
- Risiko penurunan Nilai Aktiva Bersih (NAB)
- Risiko likuiditas jika terjadi pencairan dalam jumlah yang besar secara bersamaan
- Risiko perubahan ekonomi dan politik dan peraturan perpajakan
Namun, risiko-risiko ini bisa diminimalisir dengan perpanjangan waktu investasi. Hal ini sangat penting untuk pengelolaan risiko, sehingga Anda bisa memahami dan mencapai tujuan keuangan dengan jangka waktu yang sudah Anda tentukan dengan investasi pada Reksadana Syariah ini.#